Rabu, 09 Januari 2013



F-16 D Block 52 AU Singapura
F-16 D Block 52 AU Singapura
Dari segi geografis, negara pulau dengan luas daratan 704 Km2 ini menjadi negeri dengan luas wilayah termungil di Asia Tenggara. Tapi untuk urusan lainnya, seperti industri, ekonomi dan kemiliteran, Singapura jadi negara yang terkuat saat ini di kawasan Asia Tenggara. Arti terkuat disini dilihat dari keragaman alat perang serta kecanggihan yang menyertai.
Berkat menjadi “sekutu” AS dan bagian dari negeri persemakmuran Inggris, kemajuan militer Singapura sangat pesat, ditambih doktrin ala Israel yang selalu paranoid, menjadikan negeri pulau ini punya seabreg alutsista kelas atas, yang rasanya sulit ditandingi negara tetangganya. Di aspek kekuatan udara, RSAF (Republic of Singapore Air Force) memiliki F-15SG, F-16 C/D block 52, dan armada F-5, khusus untuk F-16 dan F-5, jumlah dan versi yang dimiliki RSAF lebih banyak dan jauh lebih maju ketimbang yang digunakan TNI AU. Untuk aspek kekuatan laut, RSN (Republic of Singapore Navy) lebih mencolok lagi, negeri yang luasnya tak lebih dari DKI Jakarta ini sudah punya 4 unit kapal selam modern kelas hanaSjoormen, bekas pakai AL Swedia, dan 2 unit kapal selam kelas Västergötland baru, juga produksi Swedia.
Di kelas frigat, RSN mengoperasikan 6 unit frigat multi role kelas Formidable, salah satu keunggulan frigat ini mampu membawa helikopter Sikorsky SH-60B Seahawk untuk misi anti kapal selam. Tambah sakti lagi, Singapura kini punya 20 unit helikopter AH-64D lowbow Apache. Belum lagi di aspek militer di darat, unit kavaleri Singapura sudah mengoperasikan MBT (main battle tank)sejak lama, diantaranya MBT jenis Centrion dan yang paling garang adalah Leopard 2A4 buatan Jerman.
Sikorsky  SH-60B Seahawk  AL Singapura
Sikorsky SH-60B Seahawk AL Singapura
Sebagai sekutu dekat AS dan Israel, Singapura pun cukup sukses memajukan industri pertahanannya, bahkan satuan artileri medan TNI AD pun menggunakan Meriam Howitzer 155mm FH 2000 buatan Singapura. Dengan jajaran alutsista yang canggih, sudah diduga kemampuan rudal negeri ini juga paling handal di Asia Tenggara. Berikut etalase rudal milik Singapura.
bagan
Dari tabel kekuatan rudal diatas, nampak jelas Singapura sangat unggul untuk aspek rudal udara ke udara, rudal darat ke udara/anti pesawat, dan rudal udara ke permukaan. Sebagai contoh, untuk peran duel di udara, Singapura dibekali Sidewinder versi J/P/S/X untuk jenis SRAAM (short range air to air missile). Untuk jenis SRAAM Sidewinder bisa dibilang menjadi rudal ‘sejuta umat,’ Indonesia pun tak asing menggunakan jenis rudal penyengat panas ini.
Tapi melumpuhkan pesawat tak harus dengan duel jarak dekat, RSAF sudah punya AIM-120 AMRAAM untuk jenis BVRAAM (beyond visual range air to air missile), AMRAAM menjadi momok yang menakutkan dalam perang udara modern, rudal ini dapat melesat hingga jarak 70 Km dengan kecepatan 4 Mach. Pilot penembak tak perlu melihat sasaran secara langsung, karena sasaran berada di balik cakrawala, rudal ini biasanya dipasang pada F-16 dan F-15, dioperasikan dengan dukungan radar pendeteksi sasaran yang canggih.
AIM-9X Sidewinder, menjadi rudal andalan F-15SG dan F-16 AU Singapura
AIM-9X Sidewinder, menjadi rudal andalan F-15SG dan F-16 AU Singapura
AMRAAM terbilang rudal yang battle proven, kiprah rudal ini sudah mulai terdengar sejak berhasil merontokkan MIG-23 milik Libya di bulan Januari 1993. Sebelumnya pada Desember 1992, MiG-25 milik Irak juga dihancurkan oleh AMRAAM yang dilepaskan dari F-16. Di setiap kehadiran militer AS, terutama yang terkait kampanye kekuatan udara, hampir tak lepas dari hadirnya AMRAAM, termasuk aksi militer AS di dalam mengamankan zona larangan terbang di Bosnia dan Kosovo.
Selain itu, RSAF masih diperkuat lini MRAAM (medium range air to air missile) dari jenis rudal AIM-7M Sparrow. Rudal dengan pemandu radar semi aktif ini dapat menjangkau sasaran hingga 50 Km dengan kecepatan 2,5 Mach. Seperti halnya AMRAAM, Sparrow juga dipasang pada F-15 dan F-16. Tak puas dengan rudal dari AS, RSAF masih punya Phyton-4 Derby, masing-masing adalah rudal jarak dekat dan BVRAAM buatan Isreal yang punya desain dan spesifikasi mirip Sidewinder dan Sparrow, rudal-rudal dari Israel ini juga memperkuat F-15 dan F-16. Dari paparan diatas, nampak RSAF sangat superior di kawasan Asia Tenggara. Baik rudal dan pesawat tempur yang dimiliki merupakan jenis battle proven.
Rudal Python-4 buatan Israel
Rudal Python-4 buatan Israel
Rudal Aster, salah rudal anti serangan udara andalan pada frigat kelas Formidable
Rudal Aster, salah rudal anti serangan udara andalan pada frigat kelas Formidable
Frigat berkemampuan stealth kelas Formidable
Frigat berkemampuan stealth kelas Formidable
Singapura pun jadi negeri di Asia Selatan dengan pertahanan udara (anti serangan udara) terkuat. Dari tabel diatas, nampak berlapis jenis rudal yang dioperasikan RSA (Republic of Singapore Army), beberapa diantaranya, seperti RBS-70, Mistral, dan Rapier juga digunakan Arhanud TNI AD sebagai elemen SHORAD. Selebihnya Singapura mengoperasikan SAM jarak menengah, yakni rudal Hawk buatan Raytheon Corporation, AS. Hawk mampu menjangkau sasaran hingga 24 Km dengan ketinggian luncur 14 Km.
Antisipasi pertahanan udara di belantara gedung, Singapura juga menyiapkan mobile SAM SHORAD, untuk segmen ini dipercayakan pada RBS-70 yang ditempatkan pada ranpur Cadilage Cage V-200 dan Rafael Spyder (Surface-to-air PYthon and DERby) dari Isreal, Spyder adalah sistem perluncur rudal darat ke udara dari platform rudal Python dan Derby.
Di segmen rudal udara ke permukaan, Singapura juga nyaris tanpa tandingan di Asia Tenggara, selain versi Maverick yang beragam (B/D/G), Singapura juga punya etalase rudal anti tank kampiun, sebut saja TOW dan Longbow Hellfire yang dipasang pada heli tempur Apache. Tak lupa Singapura juga memiliki AGM-84A Harpoon, AGM adalah versi udara ke permukaan dari Harpoon.
Rudal Rafael Spyder, salah satu andalan Singapura dalam pertahanan udara
Rudal Rafael Spyder, salah satu andalan Singapura dalam pertahanan udara
Rudal Hawk, salah satu SAM jarak menengah yang battle proven di kalangan NATO
Rudal Hawk, salah satu SAM jarak menengah yang battle proven di kalangan NATO
Tanpa basa basi Singapura sudah memiliki rudal anti tank battle proven AGM-114L Longbow Hellfire yang menjadi senjata pamungkas heli serbu Apache
Tanpa basa basi Singapura sudah memiliki rudal anti tank battle proven AGM-114L Longbow Hellfire yang menjadi senjata pamungkas heli serbu Apache
Dalam pemikiran awam, Singapura dengan luas wilayah sangat kecil sepertinya mudah untuk ditaklukan, tapi lain hal dalam analisa pertempuran modern, Singapura dengan supremasi udara bisa jadi mampu melakukan aksi ofensif terbatas.
Wilayah angkasa negeri Singa ini pun punya perisai sistem pertahanan udara dan rudal yang sangat baik. Kemampuan deteksi radarnya pun bisa menjangkau lalu lintas udara Indonesia. Beberapa jenis radar yang dimiliki Singapura mencakup Giraffe S3D buatan Ericsson, Swedia, radar ini juga digunakan oleh Indonesia. Dan yang lebih modern adalah radar AN/FPS-117 buatan Lockheed Martin, AS, radar pencari 3 dimensi ini dapat mengendus sasaran pada jarak 400 Km.
Dukungan rudal anti kapal tak kalah lengkapnya, beberapa frigat dan kapal patroli RSN sudah dibekali rudal RGM-84 Harpoon, Gabriel Mk-2 buatan Isreal, serta SAM SHORAD Mistra/Simbad. Bahkan RSN membekali frigat kelas Formidable dengan rudal Aster 15/30. Aster merupakan rudal besutan MBDA untuk misi anti serangan udara, dirancang untuk menghantam target kapal perang dan rudal.
Selain dikenal sebagai surganya koruptor Indonesia, negeri pulau ini juga menjadi ‘sombong’ dengan kerap memancing provokasi pada militer Indonesia, terutama menyangkut batas teritori wilayah laut dan udara. Awal Oktober tahun 2008, mantan Menteri Pertahanan, Yuwono Sudharsono pernah menyebutkan, bahwa Singapura adalah tetangga yang tidak jujur. Untuk mengamankan Selat Singapura dan Selat Malaka yang rawan perompakan, mereka bersemangat untuk melakukan patroli bersama TNI AL, tetapi jika untuk urusan penyelundupan pasir laut mereka tidak bersemangat dan jadi loyo karena menyangkut kepentingan sepihak yang menguntungkan mereka. (Haryo Adjie Nogo Seno)
http://indomiliter.com/2013/01/08/meneropong-kekuatan-rudal-singapura/#comment-1726
read more "Meneropong Kekuatan Rudal Singapura"

Jumat, 04 Januari 2013



marinir_tni-al-patroli_pulau_nipah_pulau_terluar_berbatasan_dengan_singapura
Undang Undang Pertahanan Negara Pasal 3 Ayat 2 menegaskan bahwa pertahanan negara disusun dengan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Untuk itu, penyusunan format strategi pertahanan harus memperhatikan kondisi Indonesia sebagai negara maritim serta keberadaan situasi pulau-pulau Indonesia. Apabila memperhatikan pasal tersebut, maka eksistensi peran Angkatan Laut dapat dikatakan menjadi simpul kekuatan pertahanan yang vital.
Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dengan ribuan pulau. Sebab itu, kemampuan untuk dapat menggelar pasukan pendarat (Korps Marinir) dan TNI AD dengan cepat ke suatu wilayah yang terancam merupakan suatu tuntutan. Memang kecepatan itu bisa diatasi melalui udara, tetapi masalahnya tidak semua pulau di Indonesia memiliki lapangan udara, yang bisa didarati pesawat angkut besar. Sehingga keberadaan alutsista angkatan laut berupa kapal perang merupakan syarat mutlak.
Terkait gelar pasukan secara cepat ke wilayah perbatasan, memang paling efektif menggunakan jalur pesawat, semacam pesawat angkut berat tipe C-130 Hercules, dari segi jangkauan pesawat tersebut cukup menunjang, tapi guna memobilisasi pasukan reaksi cepat dalam jumlah personel yang memadai, jumlah armada Hercules TNI AU saat ini masih kurang ideal dalam hal kapasitas gelar pasukan. PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat) yang merupakan unsur lintas udara hanya bisa digerakan ke satu titik konflik dalam skema transport lewat udara dengan kekuatan setingkat satu batalyon.
pos marinir2
0612-pprc
Sebenarnya ada satu moda transportasi gelar pasukan yang juga dipandang cepat, efektif dan efisien, yakni pesawat terbang amfibi. Dengan kontur geografis sebagai negara kepulauan, jelas sangat ideal bila TNI AL atau pun TNI AU mengoperasikan pesawat amfibi. Manfaat pesawat jenis ini sangat besar, tak hanya mudah untuk memobilisasi pasukan, pesawat amfibi sangat pas untuk mendukung peran intai laut dan akses tanggap bencana. Mengenai potensi pesawat amfibi di Indonesia akan dibahas lebih lanjut pada tulisan berikutnya.
Kapal perang juga sangat diperlukan dalam mengamankan perbatasan dan pulau-pulau terdepan. Kapal perang TNI AL (KRI) yang berpatroli juga tidak bisa bergerak tanpa koordinasi dan kerjasama dengan patroli udara pesawat TNI AU. Kemampuan deteksi yang baik lewat udara oleh TNI AU dalam pengawasan (surveillance) wilayah perairan, terutama di perbatasan, akan membuat KRI yang melaksanakan patroli lebih efektif. Dengan dasar informasi dari patroli udara TNI AU, KRI dapat bergerak cepat menuju daerah-daerah rawan yang dimasuki pihak asing secara illegal, seperti antara lain kegiatanillegal fishing, illegal logging, trafficking, smuggling atau imigran gelap serta kemungkinan pihak asing yang berniat mengganggu kedaulatan dan keutuhan NKRI.
00SERPAS PAMPUTER A
Untuk itu, perencanaan pembangunan TNI AL ke depan harus mengacu kepada konsep Capability-Based Planning, yaitu pembangunan kekuatan AL yang berorientasi pada pengembangan kemampuan. Sebab, perkembangan lingkungan strategis menghadirkan situasi ketidakpastian sehingga pengembangan harus fokus pada kemampuan apa yang diperlukan untuk menjawab tantangan yang serba tidak pasti itu. TNI AL harus memiliki kemampuan sebagai kombatan, fasilitator bagi deploitasi pasukan darat (TNI AD), dan penjaga keamanan sekaligus penegak hukum di lautan. Untuk itu, pembangunan alutsista dan SDM TNI AL harus bisa menjalankan fungsi-fungsi tersebut.
Menurut situs wikipedia.org, jumlah kapal perang TNI AL hingga tahun 2009 mencapai 148 unit, belum termasuk 317 unit kapal patroli yang panjangnya kurang dari 36 meter, atau biasa disebut KAL atau kapal angkatan laut.
Dari segi kuantitas, memang tampak besar jumlah kapal perang yang dimiliki TNI AL, bahkan jumlah kapal perang Indonesia adalah yang terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Tapi jumlah tersebut tentu tak semuanya operasional secara bersamaan, bila ada yang beroperasi maka ada unit lain yang masuk dok untuk perbaikan dan lain-lain.
KRI Makassar, salah satu LPD andalan TNI AL
KRI Makassar, salah satu LPD andalan TNI AL
Untuk operasional gelar personel di wilayah perbatasan, TNI AL tak bisa lepas dari dukungan kapal dari jenis LST (landing ship tank) atau LPD (landing platform dock). TNI AL kini setidaknya punya 30 LST dan 5 LPD. Untuk LST, sebagian besar sudah berusia tua, dan beberapa akan dipensiunkan. Walau ditambah jumlah kapal dari jenis korvet, Fast Patrol Boat dan Fregat sekalipun, belumlah ideal untuk meng-cover wilayah lautan Nusantara yang begitu luas.
Kekuatan pertahanan negara pada intinya harus integral dan sinergis sehingga disyaratkan adanya dukungan di antara matra darat, laut, dan udara. Prinsipnya, postur pertahanan terdiri dari tiga elemen yaitu kekuatan, kemampuan, dan gelar pasukan. Sehingga setiap pembicaraan tentang postur militer sebagai institusi pertahanan selalu dikaitkan dengan struktur apa yang harus dipunyai, bagaimana kemampuan yang harus dimiliki, dan di mana kekuatan militer tersebut dapat diproyeksikan atau digelar. (Haryo Adjie Nogo Seno)
http://indomiliter.com/2013/01/03/gelar-kekuatan-tni-di-pulau-terluar/
read more "Gelar Kekuatan TNI di Pulau Terluar"

SEKATEN"Sekaten",begitulah orang-orang menyebutnya untuk suatu acara yang di gelar oleh Sultan,Sekaten identik dengan pasar malam, tempat  hiburan untuk rakyat.Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) merupakan peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW, meningkatkan syiar Islam, sebagai wadah kegiatan bisnis warga, serta dan sebagai media promosi potensi Daerah  Kabupaten Kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekaten sendiri telah menjadi agenda tetap budaya pemerintah DIY yang rutin digelar setiap tahun. Sekaten merupakan dinamika hidup dan budaya masyarakat jawa yang religius sehigga budaya ini masih tetap hidup dan dilestarikan.   Seperti pasar malam pada umumnya,menghadirkan beragam permainan khas pasar malam, seperti tong setan dan rumah hantu. Ada juga pedagang menjajakan berbagai kuliner khas. Anda dapat pula menemukan kuliner langka di arena pasar malam ini. Para pedagang terbilang unik karena sebagian dari mereka sudah berdagang sejak zaman Paku Buwono X dan bahkan ada juga yang sudah diteruskan anak cucunya.Suatu event besar kerajaan yang menjadi daya tarik bagi rakyat untuk mengunjunginya.untuk sampai kesana haruslah sabar di karenakan rata-rata di setiap ruas jalanan macet total apa lagi pada saat hari libur.Tetapi semua jerih payah itu akan tergantikan karena banyak sekali hiburan yang menarik.dari permainan sampai penjualnya menawarkan sesuatu yang menarik.Pokoknya anda tidak akan menyesal jika hanya untuk sekedar bersenang-senang dengan keluarga anda atau pun pasangan hidup anda.



read more "Istimewa di Daerah Istimewa"

Senin, 26 November 2012



Menuju target MEF (minimum essential force) yang dicanangkan oleh pemerintah, masing-masing unit militer memang mendapat ‘jatah’ modernisasi alutsista. Meski pengadaannya terbilang pelan, tapi beberapa agenda kedatangan alutsista sudah ada di depan mata. Untuk elemen korps Artileri Medan (Armed) TNI AD misalnya, setelah lama tertinggal di segmen howitzer self propelled (gerak sendiri), ada kabar bahwa akan dating meriam TRF-1 CAESAR (Camion Equipe’ d’un Syste’me d’ ARtillerie).
Menurut kabar yang belum bisa dikonfirmasi, 37 unit CAESAR SPH (self propelled howitzer) akan memperkuat batalyon Armed TNI AD. Kabar lebih lanjut 18 unit akan ditempatkan di Purwakarta – Jawa Barat, dan 18 unit lainnya di Ngawi – Jawa Timur, serta 1 unit untuk Pusdik Armed. Bila informasi tersebut benar maka yang akan ketempatanan CAESAR adalah Yon Armed 9 yang memang berlokasi di Purwakarta, dan Yon Armed 12 Kostrad yang bermarkas di Ngawi, dimana saat ini diperkuat meriam howitzer M2A2 kaliber 105mm.
Bila nyatanya CAESAR dating, dan bisa ditampilkan bersama MBT Leopard dalam HUT TNI bulan Oktober mendatang, maka merian swa gerak ini akan menjadi generasi ketiga self propelled howitzer yang digunakan TNI AD. Jenis meriam swa gerak yang pertama dimiliki TNI AD adalah AMX MK61 kaliber 105mm buatan Perancis, dan yang kedua adalah FH-2000 berkaliber 155mm buatan Singapura. Keduanya punya cirri khas yang berlainan, AMX-MK61 dirancang diatas platform tank ringan AMX-13, sedangkan FH (field howitzer)-2000 dirancang dengan sosok meriam konvensional tapi punya mesin berpenggerak diesel yang bisa melaju 10Km per jam. Sampai saat ini FH-2000, meski jumlahnya hanya 6 pucuk, menjadi meriam Armed dengan caliber terbesar yang dimiliki TNI AD.
Nah, beda dengan CAESAR, meriam ini dirancang diatas platform truk Renault Defense Sherpa 5 dengan penggerak 6×6. Dengan platform truk, baik meriam, kru, dan amunisi bisa dibawa dalam satu unit, sehingga bisa digelar lebih cepat. Truk Sherpa 5 sudah dirancang khusus dengan penguatan chasis, bahkan ada teknologi yang diterapkan pada ranpur beroda yakni CTIS (central tire inflation systems) untuk mengatur tekanan ban dari dalam kabin juga disematkan, sehingga CAESAR bisa berjalan di beragam medan berat. Dalam gelar operasinya, CAESAR membawa 6 awak, dimana untuk urusan kabin sudah dilengkapi perlindungan anti Nubika (nuklir, biologi, dan kimia). Lapisan body truk ini pun sudah dibuat kebal untuk menahan proyektil peluru caliber 7,62mm dan pecahan mortar kaliber 80mm.
CAESAR juga dapat menggunakan chasis dari Unimog
Unit AD Perancis sedang menembakkan CAESAR pada posisi Taliban – Agustus 2009
Bicara tentang meriamnya, TRF-1 mengusung kaliber 155/52mm dengan jarak tembak maksimum 42.000 meter dan jarak tembak minimum 4.500 meter. Kecepatan tembak meriam ini dapat memuntahkan 6 proyektil untuk setiap menitnya. Hebatnya sistem pemuatan amunisi sudah mengaplikasikan jalur otomatis ala revolver, pengisi tinggal menaruk proyektil ke rak, dan pengisi akan memasukkannya langsung ke dalam kamar peluru. Perlu diketahui, berbeda dari meriam TNI AD sebelumnya, CAESAR sudah mengadopsi sistem amunisi tanpa selongsong (caseless), alhasil bobot amunisi yang dibawa lebih ringan, dan tentu saja ramah lingkungan.  Dalam 1 unit truk CAESAR dapat membawa 16 amunisi yang ditelakkan dalam kompartemen kedap air dan api yang masing-masing mampu memuat delapan proyektil dan ditaruh pada flatbed di bawah laras meriam.
Sistem manajemen penembkkan CAESAR sudah tergolong canggih dan akurat, mengadopsi teknologi FAST buatan Nexter EADS yang dibekali ROB4 muzzle velocity radar systems, SAGEM SIGMA 30 navigation systems, dan tentunya GPS (global positioning systems).SIGMA 30 merupakan intertial guidance system pertama di dunia yang langsung ditempelkan ke landasar meriam, menjadikan akurasi maksimal karena berada dekat dengan laras. Untuk urusan amunisi, ada jenis LU211HE, LU211M, Ogre, SAMPRASS, BONUS MK.2 dan SPACIDO. Ditilik dari kecanggihan, proyektil SAMPRASS misalnya, ketika meluncur di udara  akan menerima sinyal satelit GPS dan mengoreksi target sasarannya berdasarkan input yang diterima.
CAESAR saat sedang embarkasi ke perut C-130 Hercules
CAESAR secara keseluruha memiliki bobot 18,5 ton, keunggulan lain dari sista ini adalah dalam mobilitas. Bila CAESAR jadi dibeli TNI AD, maka 1 unit CAESAR dapat dibopong oleh pesawat angkut berat C-130H TNI AU. Sedangkan untuk Airbus A-400M dapat membawa 2 unit CAESAR siap tempur. Rasanya tak salah pilih bila TNI AD memilih CAESAR, pasalnya meriam ini juga sudah punya pengalaman tempur yang sesunguhnya (battle proven). Dimana 8 unit CAESAR telah didatangkan ke Afghanistan oleh AD Perancis pada tahun 2009 lalu, meriam ini diarahkan untuk melakukan bantuan tembakan artileri guna mendukung gerakan pasukan infantri. Di bumi Afghanistan sendiri, CAESAR menjadi meriam swa gerak satu-satunya yang dioperasikan oleh NATO/ISAF.
Spesifikasi CAESAR
Negara asal         : Perancis – Nexter GIAT
Kaliber             : 155/52mm
Berat             : 18,5 ton
Dimensi truk         : 7,32 x 2,5 x 3,26 meter
Dimensi seluruhan    : 10 x 2,5 x 3,7 meter
Jarak tempuh         : 600 Km
Kecepatan         : 50 Km/jam – off road dan 100 Km/jam – on road
Jarak tembak max     : 42 Km
Jarak tembak min     : 4,5 Km
Negara pengguna    : Perancis, Arab Saudi, dan Thailand.
http://indomiliter.com/2012/08/05/trf-1-caesar-generasi-ketiga-self-propelled-howitzer-tni-ad/
read more "TRF-1 CAESAR : Generasi Ketiga Self Propelled Howitzer TNI AD"


Beberapa waktu lalu, kami telah mengulas profil Bofors 57mm MK.2, yakni sosok meriam reaksi cepat dengan desain kubah streamline yang menjadi andalan pada FPB (fast patrol boat)-57 TNI AL. Bofors 57mm MK.2 memang jauh lebih populer di mata kita, karena meriam ini terbilang banyak diaplikasikan pada kapal cepat TNI AL. Tapi sebelum era MK.2, sejatinya armada TNI AL juga sudah menggunakan versi perdananya, yakni Bofors 57mm MK.1.
Tepatnya Bofors 57mm MK.1 sudah diadopsi TNI AL pada awal tahun 1980-an, dimana meriam buatan Swedia ini menjadi senjata andalan pada KCR (kapal cepat rudal) kelas Dagger buatan Korea Selatan, ada 4 KCR yang menggunakan Bofors 57mm MK.1, yakni KRI Rencong (621), KRI Mandau (622), KRI Badik (623), dan KRI Keris (624). Tidak sebatas digunakan pada kelas kapal patroli, nyatanya TNI AL juga mempercayakan meriam ini untuk dipasangkan pada frigat latih KRI Ki Hajar Dewantara (364)buatan Yusoslavia yang datang di tahun 1981.
Bofors 57mm MK.2 dirancang dengan kubah (cupola) bentuk konvesional, resminya meriam ini mulai di desain pada tahun 1964, dan mulai resmi beroperasi pada tahun 1966 pada kapal cepat kelas Spica. Basis meriam ini mengambil platform Bofors 57mm (2.2 inchi) L60. Soal kemampuan tembakan, Bofors 57mm MK.1 secara teori dapat memuntahkan 200 peluru per menit. Untuk kesiapan tempurnya, di dalam kubah terdapat 40 magasin yang siap ditembakkan, dan 128 magasin cadangan. Untuk urusan jangkauan tembak, Bofors MK.1 serupa dengan Bofors MK.2, dimana jarak tembak maksimumnya adalah 17.000 meter, sedangkan untuk jarak tembak efektif adalah 8.500 meter dengan amunisi HE (high expolosive).
KRI Ki Hajar Dewantara (364)
KRI Badik (623)
Selain desain kubah dan kecepatan tembak yang berbeda, sistem pendingan laras pada Bofors 57mm MK.1 dan MK.2 pun berbeda. Pada versi MK.2 yang lebih modern, sistem pendingin cukup dengan udara, sedangkan pada Bofors 57mm MK.1 masih menggunakan air (water cooling system). Ciri khas lain, pada sisi kubah MK.1 juga telah dipasangi rak peluncur chaff untuk perlindungan dari serangan rudal.
Performa larasnya mempunya sudut eleveasi mulai dari -10 sampai 78 derajat, dengan kecepatan gerak 40 derajat per detik. Untuk mendapatkan jangkauan tembak maksimum, laras harus dalam posisi 45 derajat. Kecepatan luncur proyektilnya adalah 1.035 meter/detik. Serupa dengan Bofors 57 Mk.2, di MK.1 dapat dikendalikan secara remote maupun manual. Untuk penambakkan manual, pada kubah ditempatkan seorang juru tembak yang dibekali perangkat gyro stabilized guna mendukung penguncian target saat gelombang laut tinggi.
Sedangkan untuk sistem penembakkan secara remote, dipandu dengan perangkat signal WM-28 yang lumrah digunakan pada kapal perang era-80an. Di kemudian hari TNI AL mengadopsi fire tracking system yang lebih maju, yakni Lirod MK.2 buatan Thales. Bofors 57mm MK.1 masuk dalam golongan multi purpose, selain bisa untuk menangkal serangan udara, meriam ini juga dapat dioptimalkan sebagai BTK (bantuan tembakan kapal) secara terbatas ke pantai. Selain Indonesia, di Asia Tenggara meriam ini juga dipakai oleh AL Malaysia dan Singapura. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi Bofors 57mm MK.1
Negara pembuat : Swedia
Kaliber : 57mm/70
Jarak tembak max : 17.000 meter
Kecepatan tembak : 200 peluru/menit
Kecepatan proyektil : 1.035 meter/detik
Sudut elevasi : -10 sampai 78 derajat
 http://indomiliter.com/2012/08/07/bofors-57mm-mk-1-andalan-kcr-tni-al-era-80an/#more-1514
read more "Bofors 57mm MK.1 : Andalan KCR TNI AL Era-80an"


KRI Martadinata 342 – eks USS Charles Berry
Kawin silang di lini alutsista tentu bukan sesuatu yang tabu, sepanjang menghasilkan kinerja yang maksimal, ditambah tidak menuai komplein dari negara pembuatnya, hal itu bisa dilakukan secara efektif, bahkan mampu menambah daya gempur ketimbang versi aslinya. Implementasi kawin silang bisa dituangkan dalam banyak hal, semisal dalam program retrofit, menggabungkan antara cita rasa teknologi barat dan timur. Contoh yang paling mudah ‘dicerna’ yakni pemasangan meriam Cockerill 90mm pada tank Amfibi Korps Marinir TNI AL, PT-76.
Cockerill 90mm adalah jenis meriam modern buatan Brazil yang menggantikan meriam lama yang berkaliber 76mm pada PT-76. Kawin silang dalam retrofit alutsista membuktikan bahwa tenaga Indonesia cukup kreatif dalam memperpanjang usia alat tempur yang ada. Selain tank PT-76, campur sari dalam alutsista eks Uni Soviet bisa juga dilihat pada retrofit panser amfibi BTR-50, dan meriam anti serangan udara S-60 kaliber 57mm. Seolah menjadi kebiasaan di alutsista TNI, yang di retrofit adalah platform senjata/ranpur buatan eks Uni Soviet, dengan upgrade sistem teknologi barat. Tapi ada yang berbeda di lingkungan armada kapal perang TNI AL.
Pada 16 Desember 1974, lewat program  FMS (foreign military sales), Amerika Serikat melimpahkan 4 unit kapal destroyer escort (perusak kawal) kelas Claud Jones kepada TNI AL. Empat kapal tersebut adalah USS Claud Jones (DE-1033), USS John R Perry (DE-1034), USS Charles Berry (DE-1035), dan USS McMorris (DE-1036). Dengan program FMS, Indonesia mendapat kemudahan dalam pengadaan dan proses kedatangan 4 perusak ini. Buat TNI AL, kedatangan perusak kawal ini menjadi sebuah anugrah, setelah sebagian besar armada kapal perang eks Uni Soviet yang dimilikinya lumpuh akibat embargo suku cadang pasca G-30S/PKI di tahun 1965.
Belum lama memperkuat TNI AL, armada perusak kawal ini sudah langsung dihadapkan pada operasi militer yang sesungguhnya di Tanah Air. Tepatnya di tahun 1975, terjadi pergolakan di Timor Timur, KRISamadikun – 341 (eks USS John R. Perry), KRI Martadinata – 342 (eks USS Charles Berry), KRI Monginsidi – 343 (eks USS Claud Jones), dan KRI Ngurah Rai – 344 (eks USS McMorris), dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan operasi Seroja. Meski punya label yang cukup sangar, destroyer escort yang dirancang pada era perang dingin ini terbilang rentan pada unsur pertahanan udara. Dari sinilah kemudian muncul ‘kreatifitas’ untuk meningkatkan kemampuan daya gempur keluarga perusak kawal ini.
Claud Jones Class
US Claud Jones 1033 – akhirnya menjadi KRI Monginsidi 343
Setelah kapal-kapal ini menjadi milik TNI AL, dilakukan pemasangan meriam kaliber 37mm dan 25mm, masing-masing adalah meriam berlaras ganda. Kedua meriam ini mempunyai spesifikasi utama sebagai meriam anti serangan udara, dan memang elemen senjata anti serangan udara pada versi default Claud Jones terbilang minim, dan rentan pada aspek pertahananan udara. Pemasangan kedua meriam ini dilakukan pada KRI Samadikun (341) dan KRI Martadinata (342).
Yang unik adalah meriam-meriam ini sejatinya dicopot dari kapal-kapal perang eks Uni Soviet yang sudah di-scrap. Meriam-meriam besutan Uni Soviet ini dipasang pada sisi buritan, menggantikan posisi meriam kaliber 76mm yang berada di belakang. Sebagai informasi, perusak kawal ini memang mengandalkan  meriam kaliber 76mm laras tunggal, ada dua pucuk meriam 76mm, satu di haluan dan satu di buritan. Untuk sisi haluan (depan), meriam 76mm dilengkapi dengan turret (kubah), sedangkan meriam 76mm di buritan tidak dilengkapi dengan kubah.
USS John R. Perry 1034 – akhirnya menjadi KRI Samadikun 341
USS McMorris 1036 – akhirnya menjadi KRI Ngurah Rai 344
USS Claud Jones tampak belakang
Elemen senjata anti serangan udara kurang begitu diperhatikan, hanya terdapat 2 pucuk SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7mm, justru kapal perang yang punya andil dalam blokade saat krisisi Kuba di tahun 1962 ini, lebih fokus pada unsur kekuatan anti kapal selam dan anti permukaan. Ini dibuktikan dengan hadirnya 2 peluncur torpedo MK.32 atau MK.46, dimana masing-masing peluncur dilengkapi 3 tabung torpedo. Lalu masih ada lagi 2 pucuk mortar anti kapal selam Hedgehog MK11. Tapi tetap saja, yang menarik adalah keberadaan 2 jenis meriam eks Uni Soviet yang di implant ke kapal perusak buatan AS.
Meriam 70K 37mm (1.45 inchi)
Meriam ini sudah tergolong sepuh jika saat ini masih digunakan, mulai dirancang pada akhir tahun 1930-an, dan digunakan secara aktif oleh Uni Soviet semasa Perang Dunia Kedua. Ada beberapa versi 70K 37mm yang dibuat, salah satunya adalah versi naval (angkatan laut). AL Uni Soviet mulai menggunakannya pada armada kapal penyapu ranjau kelas T301 sebelum invasi Jerman, dan terus memproduksinya hingga tahun 1955. Menurut informasi, 70K 37mm versi naval telah diproduksi sebanyak 3.113 pucuk, dan banyak dipakai oleh negara-negara sekutu Soviet.
70K 37mm – versi naval laras ganda V-11
Meriam 70K 37mm naval version dibuat dalam dua tipe laras, yakni laras tunggal dan laras ganda (twin barrel). Dan yang dipasang pada KRI Samadikun adalah jenis 70K 37mm laras kembar, atau disebut kode V-11-M. Mau tahu bagaimana kehandalan meriam ini? Untuk jarak tembak, bisa menjangkau 9.500 meter dengan jarak tembak efektif ke permukaan 4.000 meter. Sedangkan untuk melahap sasaran di udara, jarak tembak maksimumnya 6.700 meter dengan jarak tembak efektif ke udara sejauh 3.000 meter. Untuk kecepatan luncur proyektil, mencapai 880 meter/detik.
Meriam ini diawaki oleh 3 orang, secara teori dalam satu menit meriam ini dapat memuntahkan 160 sampai 170 peluru, walau dalam praktek rata-rata yang bisa dimuntahkan adalah 80 peluru per menit. Berat total meriam ini adalah 3.405Kg dengan panjang laras 2,3 meter. Sebagai meriam anti serangan udara V-11-M mempunyai sudut elevasi mulai dari -10 sampai 85 derajat. Ada beragam hulu ledak yang bisa dilepaskan, mulai dari FRAG-T, AP-T, HVAP, dan HE (high explosive). 50 negara tercatat menggunakan meriam ini, tak cuma sekutu Soviet, uniknya sekutu AS, seperti Israel dan Thailand pun ternyata ikut mengoperasikan jenis senjata ini. Saking larisnya, dikemudian hari Cina ikut memproduksi meriam ini berdasarkan lisensi, dan diberi kode type 65 (tanpa kubah), dan type 76 (dengan kubah) pada akhir tahun 1980-an.
Meriam 2M3 25mm Twin
Meriam ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953. Dioperasikan dengan sistem amunisi belt, meriam laras ganda ini terbilang banyak digunakan oleh negara-negara sekutu Soviet. Untuk membidik target, masih dilakukan secara manual dengan dukungan iron ring sight. Kehandalan meriam ini dapat dilihat dari jangkauan tembak permukaan yang bisa mencapai 3.250 meter, dan jarak tembak obyek udara mencapai 2.770 meter. Secara teori, jangkauan tembak maksimum bisa mencapai 3.400 meter. Secara teori, 2M2 25mm dapat memuntahkan 450 peluru per menit, meski dalam prakteknya hanya 270 peluru per menit.
2M3 twin 25mm – meriam ini masih dioperasikan secara manual
Meriam ini terbilang laris manis dan suda menyandang gelar battle proven
Kapal torpedo cepat kelas P-6 juga menempatkan 25mm twin gun sebagai senjata andalan
Berat meriam ini mencapai 1.500Kg, mempunyai sudut elevasi mulai -10 sampai 85 derajat. Umntuk urusan amunisi, tersedia jenis AA, AA tracer, AP tracer. Untuk soal daya tahan, umur laras dapat digunakan hingga 12.000 tembakan, selanjutnya laras harus diganti. Agar tidak panas berlebih, laras mengusung pendingan udara. Lagi-lagi meriam ini diproduksi secara lisensi oleh Cina, dan diberi kode type 61.
Besar kemungkinan, 25mm twin gun yang dipasang untuk KRI Samadikun dan KRI Martadinata berasal dari meriam yang dulunya berada di armada kapal cepat kelas Komar. Kapal cepat dengan peluncur rudal anti kapal Styx ini dilengkapi 1 pucuk meriam 25mm untuk tiap kapalnya. Dan TNI AL memiliki 12 unit kapal cepat kelas Komar. Armada Komar menurut informasi resmi pensiun pada 1985. Bila suku cadang dinilai masih memadai, dan stock logistic amunisi lumayan banyak, maka wajar bila meriam ini kembali diberdayagunakan.
Kapal cepat kelas Komar, tampak pada sisi haluan ditempatkan meriam 25mm twin gun
Kapal cepat kelas Komar yang digunakan oleh TNI AL, peninggalan operasi Trikora
Samadikun Class – Sejarah Panjang Penuh Kenangan
Setelah dioperasikan oleh TNI AL, maka destroyer escort kelas Claud Jones berubah identitas menjadi perusak kawal kelas Samadikun, karena KRI Samadikun (341) merupakan kapal pertama di armada perusak ini. Dirunut dari sejarahnya, KRI Samadikun mulai diterima TNI AL pada 20 Februari 1973 dan resmi dipensiunkan TNI AL pada 8 September 2005. KRI Martadinata diterima TNI AL pada 31 Januari 1974 dan resmi pensiun dari TNI AL pada 8 September 2005. KRI Monginsidi diterima TNI AL pada 16 Desember 1974 dan pensiun dari TNI AL pada 2 Januari 2003, dan KRI Ngurah Rai diterima TNIAL pada 16 Desember 1974 dan pensiun di tanggal yang sama dengan KRI Monginsidi.
Sepanjang digunakan oleh TNI AL, kapal perang ini punya sumbangsih yang tak kecil, semisal dalam operasi Seroja, tepatnya pada 25 November  1975, perusak kawal KRI Martadinata (342) melakukan pemboman dengngan kanon 76mm (3 inchi) ke Atabae, Tailaco, dan daerah Simpang Tiga. Dalam penembakkan itu, kolonel Laut (P). Rudolf Kasenda bertindak sebagai spotter untuk memandu tembakan dari helikopter NBO-105 yang diterbangkan oleh Kapten Laut (P). Tony, seorang penerbang TNI AL.
USS Charles Berry 1035 – kemudian menjadi KRI Martadinata 342
Sebelumnya Claud Jones dilengkapi dua rak bom laut (depth charges) yang biasa dilepas di buritan, total 18 bom laut bisa dibawa. Tapi seiring modernisasi, bom laut disingkirkan dan digantikan roket/mortir anti kapal selam Hedgehog MK11.
Dikutip dari buku Saksi Mata Perjuangan Integrasi  Timor Timur, karya Hendro Subroto, menurut R. Kasenda, dalam rapat gabungan di Kupang pada tanggal 4 Desember 1975, telah diputuskan bahwa kapal perang TNI AL tidak melakukan penembakan dari laut. Namun demikian, disebabkan faktor kerahasiaan dan pendadakan kedatangan Komando Tugas Amfibi diketahui lawan, akhirnya Birgjen Suweno selaku Pangkogasgab memerintahkan penembakan ke pantai. Pertimbangan penembakan ini dilakukan untuk menurunkan moril lawan dan mengangkat moril pasukan di bawah komandonya. Dalam misi pendaratan ini, KRI Martadinata menembakkan kanon 76mm.
Selain KRI Martadinata, dalam operasi Seroja, KRI Monginsidi juga banyak berperan, seperti dalam misi-misi awal kehadiran TNI diawal berkecamuknya konflik horizontal di Timor Timur, “Berangkat secepatnya ke Surabaya,  telah disediakan satu destroyer dengan satu kompi marinir untuk berangkat ke Dili. Selamatkan dan ungsikan konsul Indonesia beserta seluruh staf dan keluarganya. Keadaan sangat gawat, pertempuran telah mencapai ibu kota Timor Timur (Timtim). Tugas supaya dilaksanakan secara bijaksana dengan mempertimbangkan masalah-masalah diplomatik.
23 Agustus 1975 pukul 15:00 WIB ketua misi sampai di Surabaya, dijemput Assintel Armada Letkol (P) Moh. Arifin di Bandara Juanda. Ketua misi langsung menuju ke pangkalan AL. Di sana telah menunggu Panglima Armada Laksamana Rudi Purwana. Panglima menerangkan, kapal baru saja selesai mengisi bahan bakar dengan menggunakan mobil-mobil tangki sipil, karena Armada kekurangan mobil seperti itu. Pasukan marinir juga belum lengkap, karena para anggota yang bediam di luar kota sedang dijemput.
Pada pukul 17:00 WIB, kompi marinir telah siap dan berbaris dengan rapi di kade. Setelah laporan kepada Panglima Armada, dengan teratur mereka menaiki tangga KRI Monginsidi. Pada pukul 18:00 WIB kapal mulai bergerak berlayar perlahan menuju Laut Jawa. Malam pertama diisi taklimat mengenai tugas yang diemban kepada para perwira dan komandan kompi marinir.
26 Agustus 1975 pukul 20:00 WIB, KRI Monginsidi meninggalkan Atapupu dan berlayar perlahan menuju ke arah timur. Kira-kira pukul 23:30 WIB, kapal sudah mendekati kota Dili yang semua lampunya terlihat padam. Tembakan-tembakan mortir sudah mulai terdengar beserta kobaran-kobaran api di daerah pegunungan yang tadinya terlihat samar-samar sudah mulai tampak terang.
Pada saat gawat itulah misi Indonesia datang dengan kapal destroyer Monginsidi dan muncul di depan kota dengan lampu-lampu menyala.
Kapal perusak ini mulai dibangun pada tahun 1955, dan masuk dinas US Navy pada 1959. Meski tidak dilengkapi rudal, perusak kawal ini banyak dilengkapi sensor, terutama sensor bawah air untuk memburu kapal selam. Kapal ini diawaki 171 orang (dengan 12 perwira), punya kemampuan jelajah 7.000 mil laut dengan kecepatan maksimum 22 knot yang dihasilkan dari 4 mesin diesel (Fairbanks-Morse 38ND8 diesels). Saat digunakan oleh TNI AL, armada Claud Jones sudah pernah dilakukan re-engine untuk mengganti mesin yang sudah tua.
KRI Samadikun 341 dalam sebuah defile
KRI Monginsidi 343
Perusak kawal ini bukan senjata ‘kelas dua’ dimasanya, buktinya AS mempercayakan USS Claud Jones pada 1960 untuk menyisir pantai Timur Karibia lalu menyusur ke wilayah utara Eropa untuk bergabung dengan armada NATO. Saat krisis misil Kuba pada 1962, Claud Jones berperan sebagai kapal pemimpin operasi dalam kampanye blokade laut terhadap Kuba. Keluarga kapal Claud Jones juga aktif mendukung operasi militer di Vietnam, salah satunya dalam operasi ‘Sea Dragon’ dalam memberi bantuan tembakan kapal.
Penulis sendiri pernah melihat dari dekat KRI Ngurah Rai dalam defile Arung Samudra di tahun 1995, dan pernah melihat beberapa Samadikun class saat menjalani masa docking di dermaga Ujung – Surabaya pada tahun 1997.Saat ini semua perusak kawal ini sudah tak lagi digunakan, teknologinya pun sudah sangat ketinggalan untuk konteks masa kini, dan TNI AL memutuskan untuk men-scrap kapal-kapal ini. Besar harapan saya, agar paling tidak ada satu Claud Jones yang tetap dipertahankan oleh TNI AL, dan dibangun untuk menjadi museum apung. Mengingat sejarahnya yang panjang, semoga saja ide ini bisa direalisasi, sehingga generasi muda dapat mengetahui dan merasakan langsung kebesaran TNI AL di masa lalu, melengkapi keberadaan monumen kapal selam (monkasel). (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi Claud Jones Class
Tipe        : Destroyer escort
Produksi     : Avondale shipyard, AS
Berat (kosong)    : 1314 ton
Berat (penuh)     : 1916 ton
Tinggi        : 11,3 meter
Panjang     : 95 meter
Lebar         : 5,5 meter
Mesin         : 4 Fairbanks-Morse 38ND8 diesels
Jarak jelajah     : 7.000 mil laut dengan kecepatan 12 knot
Kecepatan max    : 22 knot
Radar        : SPS-6E-2D Air Search
Sonar        : EDO 786, SQS-45(V), SQS-39(V), SQD-42(V)
Awak         : 171 (12 perwira)
http://indomiliter.com/2012/08/23/kri-samadikun-destroyer-escort-as-dengan-meriam-eks-uni-soviet/
read more "KRI Samadikun : Destroyer Escort AS Dengan Meriam Eks Uni Soviet"

Entri Populer

 

About Me

Foto saya
kauman, ketapang, Indonesia

Friend

Blogger templates

Blogroll

Blogger news